Tren Glamping 2025 – Lupakan tenda reyot dan tidur beralaskan matras tipis! Tahun 2025 menandai lonjakan masif tren glamping atau “glamorous camping” di berbagai destinasi alam Indonesia. Ini bukan sekadar liburan, tapi transformasi brutal alam liar menjadi lanskap kemewahan yang bisa membuat hotel bintang lima terlihat ketinggalan zaman.
Glamping bukan lagi sekadar alternatif bagi pencinta alam, melainkan gaya hidup baru bagi kaum slot deposit qris urban yang lapar akan ketenangan alam tanpa harus mengorbankan kenyamanan. Dari lereng gunung hingga tepian danau, Indonesia kini di penuhi surga tersembunyi yang telah di sulap menjadi tempat pelarian eksklusif lengkap dengan ranjang empuk, bathtub outdoor, hingga sarapan ala restoran fine dining.
Dari Hutan ke Hotel Dalam Tren Glamping 2025
Bayangkan bangun di tengah hutan pinus dengan aroma kayu basah yang menyeruak, namun begitu membuka mata, yang Anda lihat adalah interior tenda bergaya Skandinavia, dengan langit-langit tinggi, pencahayaan hangat, dan selimut berbulu domba. Itulah sihir glamping.
Lihat saja kawasan seperti Lembang, Bandung dulu hanya di kenal dengan perkemahan murahan, kini menjelma sebagai pusat glamping elite. Lokasi seperti Trizara Resorts dan The Lodge Maribaya menawarkan pengalaman menginap di tenda-tenda futuristik lengkap dengan jacuzzi pribadi dan sistem smart home.
Bali, yang sudah mewah sejak awal, tak mau kalah. Di daerah Tegallalang dan Ubud, deretan tenda safari mewah tersembunyi di antara sawah dan lembah tropis. Ada juga Menjangan Dynasty Resort di Bali Barat, yang menggabungkan nuansa Afrika dengan keeksotisan tropis tempat di mana rusa liar bisa di lihat dari balkon kamar Anda.
Baca Juga Berita Terbaik Lainnya Hanya Di tenthousandstrangers.com
Lebih dari Sekadar Tidur di Alam
Glamping tahun ini bukan sekadar soal tempat menginap. Pengalaman yang di tawarkan sudah menyatu dengan konsep wellness, slow living, dan digital detox. Para pengunjung di ajak untuk kembali ke akar namun dengan WiFi cepat dan kopi barista.
Papua Barat, misalnya, mulai menawarkan glamping di tepi laut biru Raja Ampat. Bayangkan tidur dengan suara ombak lembut, lalu bangun untuk snorkeling bersama ikan-ikan tropis semua dalam balutan linen katun Mesir dan layanan kamar 24 jam.
Tidak hanya itu, Labuan Bajo yang dulu di kenal sebagai titik awal petualangan ke Pulau Komodo, kini di ramaikan dengan glamping spot bertema bahari yang terapung di atas laut. Tenda-tenda terapung ini menawarkan pemandangan matahari terbenam yang bisa bikin iri siapa pun yang melihatnya di Instagram.
Harga Fantastis, Tapi Antrean Mengular
Jangan salah. Kemewahan ini datang dengan harga yang juga “glamorous”. Satu malam glamping di spot eksklusif bisa menguras dompet mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 10 juta, tergantung lokasi dan fasilitas. Namun, permintaan terus melonjak. Kalangan menengah atas, ekspatriat, hingga influencer menjadikan glamping sebagai ritual wajib tahunan bahkan bulanan.
Beberapa tempat sudah penuh di pesan hingga akhir tahun, padahal baru pertengahan 2025. Booking list panjang membuktikan: glamping bukan tren sesaat, tapi sudah menjadi fenomena gaya hidup modern di Indonesia.
Transformasi Ekowisata atau Eksploitasi Alam?
Namun, di balik gemerlap tenda mewah dan pemandangan instagramable, muncul suara-suara kritis. Apakah tren ini benar-benar mendukung ekowisata? Atau justru mengubah ruang liar menjadi ladang kapitalisme?
Beberapa LSM lingkungan memperingatkan dampak ekologis dari pembangunan glamping yang terlalu agresif. Infrastruktur jalan, saluran air, dan listrik yang di bangun ke jantung hutan demi kenyamanan pengunjung bisa mengganggu habitat alami. Ironisnya, upaya “menyatu dengan alam” justru bisa mempercepat kerusakan ekosistem itu sendiri.
Tetapi, para pelaku industri berdalih: glamping adalah kompromi ideal memberi manfaat ekonomi bagi warga lokal tanpa membangun beton masif. Banyak di antaranya menggandeng masyarakat sekitar sebagai pemandu wisata, juru masak, hingga pengelola penginapan.
Glamping Jadi Simbol Status Sosial Baru
Lebih dari sekadar liburan, glamping kini adalah simbol prestise. Feed Instagram, vlog YouTube, dan story TikTok di penuhi konten dari tenda-tenda mewah yang seolah meneriakkan: “Lihat, aku bisa berkemah dengan gaya!”
Perubahan cara berwisata ini juga memaksa industri perhotelan untuk berinovasi. Hotel-hotel konvensional mulai kehilangan daya tarik di kalangan generasi milenial dan Gen Z yang lebih menyukai pengalaman otentik selama tetap nyaman dan bisa di foto dengan cantik.